Suatu
hari ketika pulang kerja dari kantor BMT TUMANG, aku mampir membeli BBM di POM
Boyolali kota. Kondisi motor yang limit BBM membuatku harus rela mengantri
panjang. Saya agak kesal, mendadak ada seorang bapak menerjang dan menyerobot
untuk mengisi BBM. Lebih sebelnya lagi, petugas POM tampak biasa saja melayani
bapak yang menyerobot tadi. Tampak ada seorang ibu di depan ngomel “ Pak,
tolong antri dong. Kasihan yang nunggu dari tadi, jangan asal nyerobot aja”.
Melihat itu aku langsung mengacungkan jempol kepada ibu tadi “ mantap bu”. Tulus. “_Njenengan_ berani menegur bapak yang menyerobot tadi”. Kebetulan saya memang di belakang antrian ibu itu.
Meskipun
nampaknya biasa saja. Di perjalanan saya berpikir serius tentang kejadian tadi.
Saya menyesali diri saya sendiri kenapa tidak sekritis ibu tadi. Saya cenderung
biasa saja, tidak ingin memperpanjang sesuatu. Toh, sudah sering kejadian
seperti itu. Bukan kali pertama. Saya malas dianggap nyinyir. Saya....
Saat
ini orang yang teguh pada aturan sering dianggap lebay, sok baik, sok idealis
dan sebagainya. Dulu sebenarnya saya juga kritis, di Swalayan ketika ada yang
menyerobot untuk membayar, tak tanggung-tanggung kutegur untuk kembali ke
tempatnya semula. Namun karena dirasa tak ada perubahan, lama-lama saya
menganggap hal itu biasa saja. Apalagi ketika orang-orang antrian diam, datar,
nggak masalah antirannya diterjang. Setelah dikondisikan dengan masalah yang
sama secara berulang-ulang. Akhirnya saya cuek saja dengan pelanggaran-pelanggaran
tersebut. Ah, Cuma masalah kecil. Makanya saya kagum akan keberanian ibu
itu. Meskipun ia mendapat lirikan dari beberapa
pengantri lain dan sedikit senyum ketus dari petugas POM.
Menurut
Goebbles kejahatan yang sering disebut-sebut dengan kebaikan, maka akan menjadi
kebaikan. Pun sebaliknya. Kebaikan yang sering disebut-sebut dengan keburukan,
maka akan menjadi keburukan. Orang seperti ibu tadi harus diperbanyak. Agar
orang-orang seperti saya sadar dan insyaf. Salah tetaplah salah. Seberapa banyakpun
hal itu terjadi. Bayangkan jika akhirnya kita membiarkan orang main serobot
seenaknya. Pasti akan banyak dampak buruk yang terjadi. Banyak orang akhirnya tertunda
pekerjaannya karena mengantri, bahkan mungkin akan terjadi perkelahian karena mau
enaknya sendiri.
Bagaimana
kalau terjadi dalam sebuah pemerintahan, dan dilakukan oleh banyak orang?.
Seperti kejadian waktu lalu yang mana Anggota DPR dan keluarganya ingin
didahulukan dalam rapid test ketimbang tenaga medis yang merupakan garda
terdepan.
Kita
sering geram jika mendengar pejabat negeri yang egois memperkaya diri sendiri, suka
melanggar aturan, tanpa dosa suka menyerobot kepentingan rakyat. Tapi kadang
lupa dalam ranah kecil yang kita hadapi sehari-hari, ada potensi keburukan yang
terjadi di depan mata kita.
Tiga
doa yang saya panjatkan. Semoga saya diberikan kekuatan, kemudahan dalam
menegakkan kebenaran. Tidak egois. Dan semoga ibu itu tetap kritis tidak
seperti saya yang diam bahkan cuek melihat pelanggaran atau kesalahan. _Wallahu
a’lam bishawaab_
Iksan
Adi Kuncoro
Semarang,
5 Juni 2020 Pkl. 21.37 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar