Senin, 04 Mei 2020

KARENA CORONA


Saat ini Indonesia dalam keadaan sedang tidak baik-baik saja. Ada musuh yang tak terlihat namun mematikan. Bila kemarin-kemarin kita mendengar tentang gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan lain sebagainya. Kini kita diperlihatkan kekuasaan Allah melalui sesuatu yang sangat kecil namun menimbulkan kepanikan besar di seluruh dunia. Ya, corona. wabah yang menjalar begitu cepat ke berbagai negara termasuk Indonesia. Virus corona telah menyebabkan kepanikan yang luar biasa. Beberapa waktu lalu kita mendengar berita tentang panic buying yang dilakukan oleh orang-orang di pusat perbelanjaan karena begitu takutnya. Mungkin mereka khawatir akan terjadi kelangkaan stock pangan. Sayapun juga merasa begitu. Ketika mau menyiapkan bantuan paket sehat dan sembako untuk program Peduli Covid 19 BMT TUMANG, beberapa tempat langganan mulai menghilang barangnya. Sebut saja gula, masker, sarung tangan karet, bahkan membeli susu dan madupun dibatasi jumlahnya. Akhirnya saya tanya kepada kasir.
“Mbak, Stock madunya apa habis”
Emm ada kog mas. Cuma satu orang hanya boleh beli satu saja kog mas. “ jawab kasir
Khawatir kalau nanti ditimbun  mas. Kasihan, banyak yang butuh. Tapi Harganya tetap normal kog mas”..
Saya sangat paham dan malah berterima kasih kepada managemen market maupun penjual yang demikian. Memang seperti itulah seharusnya. Jangan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mentang-mentang barang banyak dibutuhkan, dijual dengan harga yang tak masuk akal. Ini dholim namanya. Alhamdulillah setelah dijelaskan tentang maksud dan tujuan untuk program Peduli Covid-19 yang dibagikan secara Cuma-Cuma untuk masyarakat yang membutuhkan, pihak market bersedia membantu menyediakan barang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. 
 Kembali ke soal corona ya. Munculnya penyakit covid-19 ini membuat banyak orang menjadi panik, resah dan takut. Tetapi disisi lain banyak juga yang menganggap sepele bahkan menentang maut. Bersliweran dan bahkan mengadakan resepsi di tengah virus corona. Menganggap bahwa hidup mati sudah di tangan Allah. Pernyataan ini tidak salah, tentu kita harus senantiasa berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT agar dijauhkan dari COVID-19. Namun tidak menggantikan keharusan untuk mengikuti petunjuk medis. Jangan sampai kita hanya mengandalkan doa dan keyakinan semata. Jika motor kita mogok, ikuti petunjuk teknis menyervis. Jika hanya berdoa motor hanya akan tetap mogok. Ingat Allah melakukan intervensi atas problem-problem manusia juga melalui tangan manusia dalam kerangka hukum alam(sunnatullah). Semoga situasi ini membawa banyak hikmah. Bahwa, bahkan di depan virus saja, kita ternyata sama. Mau kaya, mau miskin, kena. Mau berkuasa, atau tidak, kena. Mau ganteng/cantik, atau jelek, juga kena. Apalagi dalam urusan kelak yang hakiki. Kita sungguh semua sama. Wallahu A’lam.
Semarang, 15 April 2020 pkl.8.19 pm

Corona di Negeri Bedebah



 Sejak bulan maret 2020 Pemerintah telah mencanangkan gerakan WFH (Work from home) atau physhycal distancing. Artinya kita harus melakukan self lockdown. Dalam kondisi seperti ini kita harus berpikir bagaimana tetap survive karena kondisi perekonomian yang kian terpuruk. Miris ketika melihat bantuan yang harusnya sampai ke warga ternyata di tengah jalan sudah disunat duluan oleh pak RT. Naudzubillah. Belum lagi bantuan yang tersendat karena harus menunggu tas yang bertuliskan “ bantuan dari presiden” yang notabene bantuan itu dibeli dengan uang rakyat. Kita tidak dididik menjadi masyarakat yang cerdas. Dogma-dogma dan janji-janji manis para politisi yang terus menjejali baik di panggung maya maupun televisi. Maka jangan heran pemandangan kelaparan di negeri yang katanya gemah ripah lohjinawi ini masih kita temukan. Jangan heran bila kesejahteraan dan keadilan seolah jauh dari harapan. Bak tikus mati di lumbung padi. Apa yang sebenarnya salah dengan negeri ini?
Di tengah situasi yang sulit seperti bencana, wabah covid, selalu ada segelintir orang yang memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi. Entah itu masyarakat maupun pejabat sama-sama tak punya harkat dan martabat. Nilai moral yang terdistorsi oleh sensasi untuk pemenuhan syahwat dan pencitraan diri. Maka boleh saya katakan bahwa kondisi moral bangsa ini dititik paling rendah. Sudah jatuh ditimpa tangga. Krisis wabah yang berdampak krisis ekonomi ditambah dengan krisis moral. Lengkap sudah penderitaan bangsa ini.
 “Apakah ada di dunia ini seorang politikus dengan hati mulia dan niat lurus? Apakah masih ada seorang Gandhi? Seorang Nelson Mandela? Atau seorang pemuda seperti soe hok gie? Yang berteriak tentang moralitas di depan banyak orang,lantas semua orang berdiri rapat di belakangnya, rela mati mendukung semua prinsip itu terwujud? Apakah masih ada?”. Tulisan ini bukan timbul karena rasa pesimis, sinis, apalagi memvonis. Tidak. Namun bentuk keresahan dan mungkin kepedulian terhadap kondisi kita saat ini.
Teringat sebuah kata dari bang Tere “Jika kita memilih tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan masing-masing, nasib negeri ini persis seperti sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah berantakan.” 
Semarang, Ahad 3/5/2020. Pkl.20.57 WIB

Trend dari zaman nenek moyang..

  Bicara tentang covid-19 apa yang terlintas di pikiran anda? Korban? Sepeda? Vaksin? Atau konsiprasikah? Sejak diterapkannya new normal kor...