Beat inspiration by alfi
Dua jalan bercabang dalam remang hutan kehidupan,
Dan sayang aku tidak bisa menempuh keduanya
Dan sebagai pengembara, aku berdiri lama
Dan memandang ke satu jalan sejauh aku bisa
Kemana kelokannya mengarah di balik semak belukar
Kemudian aku memandang yang satunya, sama bagusnya,
Dan mungkin malah lebih bagus,
Karena jalan itu segar dan mengundang
Meskipun tapak yang telah melewatinya
Juga telah merundukkan rerumputannya,
Dan pagi itu keduanya sama-sama membentang
Di bawah dedaunan rontol yang belum terusik.
Oh, kusimpan jalan pertama lain kali!
Meski tahu semua jalan berkaitan,
aku ragu akan pernah kembali
aku akan menuturkannya sambil mendesah,
suatu saat berabad-abad mendatang;
dua jalan bercabang di hutan, dan aku-
aku menempuh jalan yang jarang dilalui,
dan itu merubah segalanya
( robert frost, 1916)
Menentukan pilihan terkadang memang sulit. Ketika dihadapkan pada suatu hal yang menuntut sebuah kebijaksanaan dalam memilih, tak jarang harus mengambil jalan yang berbeda. Memilih untuk tidak mendengarkan atau mengikuti orang lain akan terasa menyakitkan apalagi terhadap orang yang dianggap lebih. Sebuah pemikiran ataupun pandangan memang relatif. Apa yang kita pikirkan benar, mungkin akan dinilai oleh orang bahwa itu salah. Kerelatifan paradigma setidaknya memberikan beberapa hal untuk kita. Pertama, dengan perbedaan pandangan kita akan mampu menentukan sebuah pilihan. Dalam setiap masa antara guru dan murid sering terjadi pemikiran yang berseberangan. Hal inilah yang membuat ilmu pengetahuan selalu dinamis sesuai perkembangannya. Plato dengan teori ide bawaannya, akhirnya harus tumbang oleh teori empiris muridnya aristoteles. Dalam sebuah haditspun dikatakan setiap masa akan ada pemimpinnya. Zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang, begitu pula zaman sekarang akan berbeda dengan masa depan. Dan ini menuntut perkembangan, dan perkembangan ini menuntut sebuah pilihan yang tepat. Pilihan itupun harus berbeda dengan apa yang kebanyakan untuk memunculkan hal baru.
Kedua, perbedaan pemikiran menjadikan kita belajar bagaimana rasa menghargai. Orang yang mempunyai rasa menghargai akan menjaga perasaan lawan bicara. Bahkan ketika berhadapan hal yang nyata salah, sikap sinis dan suka memvonis akan ditinggalkan. Pemaparan, pembandingan, dan pendekatanlah yang senantiasa dilakukan. Benarlah sebuah istilah yang mengatakan keintelektual tidak dapat dinilai dari seberapa bagusnya sebuah teori yang dapat dipaparkan. Namun seberapa besar lapang dada terhadap permasalahan. Ketika pertanyaan dilontarkan, bagaimana hukumnya sholat dalam islam. Seorang yang berintelektual tidak akan mengatakan hukumnya wajib. Pemaparan bahwa wajib ketika ia baligh, sehat, dan islam. Haram hukumnya bagi wanita yang berhalangan untuk mengerjakannya. Pemaparan yang logis, luas, mendalam, serta pendekatan inilah intelektual orang akan benar-benar dapat dilihat. Dengan semangat saling menghargai, perdebatan dan pertengkaran yang sering terjadi dapat berkurang dan semakin eratnya tali silaturahim. Terkadang memilih jalan yang tidak ditempuh oleh kebanyakan orang terasa licin, terjal, dan penuh batu. Namun itu memngubah segalanya.