Jumat, 14 Agustus 2020

Trend dari zaman nenek moyang..

 Bicara tentang covid-19 apa yang terlintas di pikiran anda? Korban? Sepeda? Vaksin? Atau konsiprasikah? Sejak diterapkannya new normal korban masih saja terus bertambah. Niat hati ingin menyelamatkan ekonomi, malah menambah persoalan. Seiring bertambahnya korban ternyata bertambah juga minat bersepeda masyarakat. Yaaah, trend bersepeda, yang beberapa saat lalu membuat jalan semakin ramai baik pagi, siang dan sore kini sudah mulai tidak begitu diminati. Padahal konon cerita, banyak orang yang awalnya jarang bahkan tidak biasanya bersepeda akhirnya membeli sepeda baru demi mengikuti trend ini. Tetanggaku saja sampai dibela-belain berhutang untuk membeli sepeda baru. Bukan hal baru, sesuatu yang baru tiba-tiba muncul di masyarakat dan tiba-tiba juga menjadi kegemaran masyarakat. Sebut saja batu akik, gelombang cinta, ikan lohan, mendaki, bahkan ngopi adalah trend yang pernah booming dan tak asing lagi bagi kita.

Tulisan ini bukan mau mengupas tentang trend sepeda atau trend ngopi dan menikmati senja yang dielu-elukan oleh para generasi bucin.  Namun tahukah anda, ada salah satu trend yang yang dipakai banyak orang namun tidak banyak orang yang menyadari. Trend ini mungkin sudah ada sejak zaman nenek moyang dan banyak penggemarnya sampai sekarang. Mark Manson menyebutnya trend mentalitas korban. Dalam bukunya “The Subtle Art Of not Giving A Fuck” ia mengatakan bahwa sebagian orang yang mengalami trend ini selalu saja meyakini bahwa mereka tidak mampu menyelesaikan masalah, meskipun faktanya mereka mampu. Mereka lebih memilih menyalahkan orang lain atau menyalahkan situasi di luar mereka untuk menutupi ketidakberdayaan mereka.

Tidak mau berusaha dan selalu mencari kambing hitam. Misalnya ketika orang gagal dalam ujian, orang yang yang mengikuti trend ini mungkin akan mudah menyalahkan penguji, kendaraan macet, toilet mampet, kucing di tengah jalan, pokoknya apa saja disalahkan untuk menutupi kegagalannya.

Efek dari sikap ini orang akan merasa lebih baik untuk sementara waktu. Namun akan menggiring pada kehidupan yang penuh dengan amarah, ketakberdayaan dan keputusasaan. Tindakan ini cenderung mudah dan enak dilakukan, ketimbang menyelesaikan masalah karena cenderung sulit dan tak menyenangkan. Padahal belum tentu yang menyenangkan akan baik bagi kita, begitu pula sebaliknya yang kita bencipun kadang menyimpan hikmah dan malah banyak memberikan manfaat

Maka jauhilah sikap (trend mentalitas korban) ini dimanapun berada. Jangan mudah menyalahkan orang lain maupun keadaan. Selalu introspeksi dan fokus pada solusi. Tidak ada pelaut ulung lahir di laut yang tenang.. So, terkadang bukan siapa yang salah, tapi diri kita yang mungkin kurang sadar.

 

Iksan adi kuncoro

Boyolali, 14 Agustus 2020 Pkl.14.46 WIB

 


Senin, 15 Juni 2020

Pak, Tolong Antri ya?



Suatu hari ketika pulang kerja dari kantor BMT TUMANG, aku mampir membeli BBM di POM Boyolali kota. Kondisi motor yang limit BBM membuatku harus rela mengantri panjang. Saya agak kesal, mendadak ada seorang bapak menerjang dan menyerobot untuk mengisi BBM. Lebih sebelnya lagi, petugas POM tampak biasa saja melayani bapak yang menyerobot tadi. Tampak ada seorang ibu di depan ngomel “ Pak, tolong antri dong. Kasihan yang nunggu dari tadi, jangan asal nyerobot aja”.

Melihat  itu aku langsung mengacungkan jempol kepada ibu tadi “ mantap bu”. Tulus. “_Njenengan_ berani menegur bapak yang menyerobot tadi”. Kebetulan saya memang di belakang antrian ibu itu.

Meskipun nampaknya biasa saja. Di perjalanan saya berpikir serius tentang kejadian tadi. Saya menyesali diri saya sendiri kenapa tidak sekritis ibu tadi. Saya cenderung biasa saja, tidak ingin memperpanjang sesuatu. Toh, sudah sering kejadian seperti itu. Bukan kali pertama. Saya malas dianggap nyinyir. Saya....

Saat ini orang yang teguh pada aturan sering dianggap lebay, sok baik, sok idealis dan sebagainya. Dulu sebenarnya saya juga kritis, di Swalayan ketika ada yang menyerobot untuk membayar, tak tanggung-tanggung kutegur untuk kembali ke tempatnya semula. Namun karena dirasa tak ada perubahan, lama-lama saya menganggap hal itu biasa saja. Apalagi ketika orang-orang antrian diam, datar, nggak masalah antirannya diterjang. Setelah dikondisikan dengan masalah yang sama secara berulang-ulang. Akhirnya saya cuek saja dengan pelanggaran-pelanggaran tersebut. Ah, Cuma masalah kecil. Makanya saya kagum akan keberanian ibu itu.  Meskipun ia mendapat lirikan dari beberapa pengantri lain dan sedikit senyum ketus dari petugas POM.

Menurut Goebbles kejahatan yang sering disebut-sebut dengan kebaikan, maka akan menjadi kebaikan. Pun sebaliknya. Kebaikan yang sering disebut-sebut dengan keburukan, maka akan menjadi keburukan. Orang seperti ibu tadi harus diperbanyak. Agar orang-orang seperti saya sadar dan insyaf. Salah tetaplah salah. Seberapa banyakpun hal itu terjadi. Bayangkan jika akhirnya kita membiarkan orang main serobot seenaknya. Pasti akan banyak dampak buruk yang terjadi. Banyak orang akhirnya tertunda pekerjaannya karena mengantri, bahkan mungkin akan terjadi perkelahian karena mau enaknya sendiri.
Bagaimana kalau terjadi dalam sebuah pemerintahan, dan dilakukan oleh banyak orang?. Seperti kejadian waktu lalu yang mana Anggota DPR dan keluarganya ingin didahulukan dalam rapid test ketimbang tenaga medis yang merupakan garda terdepan.
Kita sering geram jika mendengar pejabat negeri yang egois memperkaya diri sendiri, suka melanggar aturan, tanpa dosa suka menyerobot kepentingan rakyat. Tapi kadang lupa dalam ranah kecil yang kita hadapi sehari-hari, ada potensi keburukan yang terjadi di depan mata kita.
Tiga doa yang saya panjatkan. Semoga saya diberikan kekuatan, kemudahan dalam menegakkan kebenaran. Tidak egois. Dan semoga ibu itu tetap kritis tidak seperti saya yang diam bahkan cuek melihat pelanggaran atau kesalahan. _Wallahu a’lam bishawaab_

Iksan Adi Kuncoro
Semarang, 5 Juni 2020 Pkl. 21.37 WIB

Senin, 04 Mei 2020

KARENA CORONA


Saat ini Indonesia dalam keadaan sedang tidak baik-baik saja. Ada musuh yang tak terlihat namun mematikan. Bila kemarin-kemarin kita mendengar tentang gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan lain sebagainya. Kini kita diperlihatkan kekuasaan Allah melalui sesuatu yang sangat kecil namun menimbulkan kepanikan besar di seluruh dunia. Ya, corona. wabah yang menjalar begitu cepat ke berbagai negara termasuk Indonesia. Virus corona telah menyebabkan kepanikan yang luar biasa. Beberapa waktu lalu kita mendengar berita tentang panic buying yang dilakukan oleh orang-orang di pusat perbelanjaan karena begitu takutnya. Mungkin mereka khawatir akan terjadi kelangkaan stock pangan. Sayapun juga merasa begitu. Ketika mau menyiapkan bantuan paket sehat dan sembako untuk program Peduli Covid 19 BMT TUMANG, beberapa tempat langganan mulai menghilang barangnya. Sebut saja gula, masker, sarung tangan karet, bahkan membeli susu dan madupun dibatasi jumlahnya. Akhirnya saya tanya kepada kasir.
“Mbak, Stock madunya apa habis”
Emm ada kog mas. Cuma satu orang hanya boleh beli satu saja kog mas. “ jawab kasir
Khawatir kalau nanti ditimbun  mas. Kasihan, banyak yang butuh. Tapi Harganya tetap normal kog mas”..
Saya sangat paham dan malah berterima kasih kepada managemen market maupun penjual yang demikian. Memang seperti itulah seharusnya. Jangan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mentang-mentang barang banyak dibutuhkan, dijual dengan harga yang tak masuk akal. Ini dholim namanya. Alhamdulillah setelah dijelaskan tentang maksud dan tujuan untuk program Peduli Covid-19 yang dibagikan secara Cuma-Cuma untuk masyarakat yang membutuhkan, pihak market bersedia membantu menyediakan barang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. 
 Kembali ke soal corona ya. Munculnya penyakit covid-19 ini membuat banyak orang menjadi panik, resah dan takut. Tetapi disisi lain banyak juga yang menganggap sepele bahkan menentang maut. Bersliweran dan bahkan mengadakan resepsi di tengah virus corona. Menganggap bahwa hidup mati sudah di tangan Allah. Pernyataan ini tidak salah, tentu kita harus senantiasa berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT agar dijauhkan dari COVID-19. Namun tidak menggantikan keharusan untuk mengikuti petunjuk medis. Jangan sampai kita hanya mengandalkan doa dan keyakinan semata. Jika motor kita mogok, ikuti petunjuk teknis menyervis. Jika hanya berdoa motor hanya akan tetap mogok. Ingat Allah melakukan intervensi atas problem-problem manusia juga melalui tangan manusia dalam kerangka hukum alam(sunnatullah). Semoga situasi ini membawa banyak hikmah. Bahwa, bahkan di depan virus saja, kita ternyata sama. Mau kaya, mau miskin, kena. Mau berkuasa, atau tidak, kena. Mau ganteng/cantik, atau jelek, juga kena. Apalagi dalam urusan kelak yang hakiki. Kita sungguh semua sama. Wallahu A’lam.
Semarang, 15 April 2020 pkl.8.19 pm

Corona di Negeri Bedebah



 Sejak bulan maret 2020 Pemerintah telah mencanangkan gerakan WFH (Work from home) atau physhycal distancing. Artinya kita harus melakukan self lockdown. Dalam kondisi seperti ini kita harus berpikir bagaimana tetap survive karena kondisi perekonomian yang kian terpuruk. Miris ketika melihat bantuan yang harusnya sampai ke warga ternyata di tengah jalan sudah disunat duluan oleh pak RT. Naudzubillah. Belum lagi bantuan yang tersendat karena harus menunggu tas yang bertuliskan “ bantuan dari presiden” yang notabene bantuan itu dibeli dengan uang rakyat. Kita tidak dididik menjadi masyarakat yang cerdas. Dogma-dogma dan janji-janji manis para politisi yang terus menjejali baik di panggung maya maupun televisi. Maka jangan heran pemandangan kelaparan di negeri yang katanya gemah ripah lohjinawi ini masih kita temukan. Jangan heran bila kesejahteraan dan keadilan seolah jauh dari harapan. Bak tikus mati di lumbung padi. Apa yang sebenarnya salah dengan negeri ini?
Di tengah situasi yang sulit seperti bencana, wabah covid, selalu ada segelintir orang yang memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi. Entah itu masyarakat maupun pejabat sama-sama tak punya harkat dan martabat. Nilai moral yang terdistorsi oleh sensasi untuk pemenuhan syahwat dan pencitraan diri. Maka boleh saya katakan bahwa kondisi moral bangsa ini dititik paling rendah. Sudah jatuh ditimpa tangga. Krisis wabah yang berdampak krisis ekonomi ditambah dengan krisis moral. Lengkap sudah penderitaan bangsa ini.
 “Apakah ada di dunia ini seorang politikus dengan hati mulia dan niat lurus? Apakah masih ada seorang Gandhi? Seorang Nelson Mandela? Atau seorang pemuda seperti soe hok gie? Yang berteriak tentang moralitas di depan banyak orang,lantas semua orang berdiri rapat di belakangnya, rela mati mendukung semua prinsip itu terwujud? Apakah masih ada?”. Tulisan ini bukan timbul karena rasa pesimis, sinis, apalagi memvonis. Tidak. Namun bentuk keresahan dan mungkin kepedulian terhadap kondisi kita saat ini.
Teringat sebuah kata dari bang Tere “Jika kita memilih tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan masing-masing, nasib negeri ini persis seperti sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah berantakan.” 
Semarang, Ahad 3/5/2020. Pkl.20.57 WIB

Jumat, 20 Maret 2020

kenangan indah saat aksi




ULAR BERBISA



Suatu ketika ada seorang wanita sedang berjalan-jalan di pinggir hutan. Ia melihat ada seekor ular terjebak dalam kobaran api yang menyala. Ia pun akhirnya berniat mengambil ular itu untuk menyelamatkannya. Namun ketika ia mengangkat ular itu dengan tangannya ia malah dipatok. Ular itu kemudian jatuh lagi dalam kobaran api yang panas. Wanita itu kemudian mencari sepotong kayu untuk menyelamatkan lagi dan akhirnya ular tersebut selamat. Ketika ditanya kenapa dia mau menyelamatkan ular tersebut meskipun tangannya telah dipatok oleh sang ular.  Wanita itu tersenyum dan menjawab bahwa perilaku buruk dari seseorang tidak akan mengubah perilakunya untuk tetap bersikap baik. Dirinyalah yang mengendalikan dirinya sendiri bukan orang lain. Sikapnya tidak ditentukan oleh sikap orang lain. Meskipun orang lain menyakiti aku akan tetap bahagia. Aku tak akan sedih apalagi berputus asa. Terkadang untuk membenarkan sebuah tindakan jahat adalah dengan dalih karena dirinya telah tersakiti. Ia merasa berhak untuk bersikap buruk kepada orang lain karena dirinya telah tersakiti. Padahal kalau ia membalas berbuat jahat sebenarnya membuat ia tak jauh beda dengan orang yang menyakitinya. Mungkin anda masih ingat  film JOKER tahun 2019 dengan quotes yang cukup terkenal “ orang jahat adalah orang baik yang tersakiti”.
Lihatlah apa yang nabi Muhammad contohkan, beliau tidak sedih ketika ada orang yang berbuat jahat. Beliau menjenguk orang yang sering melemparinya kotoran ketika orang itu sakit. Inilah akhlak mulia yang sepatutnya kita tiru. Bahkan dalam surat Al Furqon ayat 63 Allah menjelaskan kepada kita untuk senantiasa berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepada kita “ Dan hamba-hamba tuhan yang maha penyayang ialah orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang menyelamatkan”.
Tetaplah berusaha dan berjuang menjadi orang baik karena itulah yang Allah perintahkan. Jangan jadi jahat karena tersakiti, rasulullah tetap baik meski disakiti. Nabi yusuf tetap berbuat baik meskipun saudara-saudaranya menzalimi.  Seandainya ada rasa dendam dalam hati kita ingat-ingatlah perkataan sahabat Ali RA bahwa balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu lebih baik. Wallahu a’lam


Iksan adi kuncoro
Boyolali, 24 Januari 2020. Pkl. 14.58

Trend dari zaman nenek moyang..

  Bicara tentang covid-19 apa yang terlintas di pikiran anda? Korban? Sepeda? Vaksin? Atau konsiprasikah? Sejak diterapkannya new normal kor...